Minggu, 22 Agustus 2010

TASAWUF DALAM TIMBANGAN

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam buat junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketika berbicara tentang “sufi”, kita sering membayangkan orang-orang yang zuhud, rajin berzikir, kesederhanaan dan tampil apa adanya. Tapi apakah sufi ini sebenarnya? Dari manakah asal-usulnya? Benarkah sufi ini berasal dari Islam? Inilah yang butuh pengkajian lebih dalam. Dan sangat saya harapkan bagi pembaca setelah membaca tulisan yang singkat ini agar mencari dan menelaah lebih dalam lagi berbagai referensi yang berkaitan dengan sufi ini. Karena tulisan ini hanyalah sebuah sungai kecil yang menuju samudra luas.

Asal-usul Kata Tasawuf
“Tashawuf” adalah kata dasar (masdar) dari “tashawwafa” sebutan untuk ajaran orang-orang sufi

Orang sufi zaman dahulu, yaitu Al-Bairuni Abu Raihan (wafat 440 H) mengatakan : “Kata tasawuf berasal dari kata Shufiya dalam bahasa yunani yang berarti hikmah (kebijaksanaan).”

Shadiq An-Nasy’at menambahkan : ”Itulah pendapat orang-orang sufi, maksudnya orang-orang bijak. Karena sufi dalam bahasa yunani berarti hikmah (kebijaksanaan). Karena itu ahli filsafat dinamakan filosof yang artinya para pencari hikmah kebijaksanaan).

Diantara umat islam ada orang yang berpendapat seperti pendapat mereka (filosof Yunani), oleh karena itu orang-orang tersebut dinamakan seperti mereka.” Hal ini disebabkan kemiripan suara kata sufi dengan kata bahasa Yunani Shufiya. Begitu juga ada kemiripan kata tasawuf dengan theosofi.

Pendapat ini didukung oleh Fone Hormer (orientalis jerman), Abdul Aziz Istambuli, Muhammad Luthfi Jam’ah, dan orang-orang belakangan ini.

Permulaan Munculnya Tasawuf dan Tokoh- tokohnya
Adapun permulaan tasawuf pertama kali lahir tahun 189 H (814 M) di Iskandariah Mesir.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : ”Lafazd sufiyyah (orang-orang tasawuf) tidak dikenal pada zaman Rasulullah, shahabat dan, Tabi’in), namun pembicaraan mengenai lafazd itu menjadi masyur setelah itu.”

Sedangkan tokoh-tokohnya yang pertama adalah yang bernama Abdak. Beliau adalah orang Baghdad yang menganut aliran Syi’ah Ekstrim. Suka mengisolir diri dan orang yang pertama kali di juluki sebagai orang sufi. Ketika itu sufi dikonotasikan kepada sebagian orang zuhud syi’ah dan sejumlah pemberontak di Iskandariah. Abdak dianggap kafir karena menolak makan daging (ajaran Budha).
Y
ang kedua adalah Jabir bin hayan. Sayyid Muhsin Amin (seorang tokoh syi’ah) berkata dalam bukunya “A’yaan Asy-syiah” bahwa jabir bin Hayan adalah orang syi’ah. Orientalis P.Kraus berkata bahwa Jabir bin Hayan adalah seorang syi’ah radikal yang mempercayai Reinkarnasi.

Yang ketiga adalah Abu Hasyim Al-Kufi, walaupun tidak dituduh sebagai orang Syi’ah akan tetapi dia dituduh sebagai sebagai orang zindiq dan atheis.

Yang keempat adalah Dzun-Nun Al-Mishri. Beliau adalah orang yang pertama kali mendefinisikan tauhid dengan ma’na sufi. Dia dituduh sebagai orang zindiq, menggeluti sihir dan mantera. Dan orang-orang didaerahnya menamakannya sebagai orang zindiq.

Dari semua unsur yang ada dalam ajaran tasawuf, yang mencampurnya adalah Abu Al-Qasim Al-Junaid Al-Baghdadi (meninggal 297H). tentang Al-Junaid ini berkata seorang tokoh sufi, Abu Al-Abbas Atha’:”Ia imam kami di ilmu ini dan sumber rujukan yang kami teladani.
”(Nafahatul Jami’, Al-Unsi)

Sumber-sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita mempelajari ajaran tasawuf dari periode pertama dan belakangan dari kitab-kitab mereka, serta perkataan-perkataan yang dinukil dari orang-orang sufi, maka kita dapatkan bahwa apa yang mereka yakini sangat bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sebaliknya kita akan melihat bahwa ajaran sufi diadopsi dari ajaran para pendeta kristen, agama Hindu, kezuhudan Budha, Keyakinan Majusi, filsafat Yunani dan aliran-aliran filsafat di India.

Sebagai contoh, ketika kita membaca biografi Ibrahim bin Adham yang merupakan peringkat pertama dan Imam Tasawuf generasi pertama. Dikisahkan kalau Ibrahim bin Adham adalah seorang raja, kemudian beliau mengalami sakit dalam sakitnya ia mendapat ilham, setelah sehat beliau pergi mengembara dengan meninggalkan seluruh kerajaan serta anak istrinya, setelah itu ia menukar pakaiannya dengan pakaian yang penuh tambalan, lalu jadilah ia orang suci. Kisah ini banyak di ceritakan dalam buku-buku orang sufi. Seperti Hilyatul Auliayai karangan Al-Ashbahani, Ar-Risalah karangan Al-Qusyairi, Nafahatul unsi karangan Al-Jami, Thabaqatush Shufiyah karangan As-Sulami dan banyak kitab sufi lainnya.

Lalu kalau kita membaca sejarah hidup Budha mungkin kita akan berasumsi bahwa Ibrahim bin Adham adalah Budha itu sendiri, karena kesamaan kisah hidup mereka. Tapi sayang Budha meninggal tahun 478 SM, jauh sebelum nabi Isa as Lahir. Sedangkan Ibrahim bin Adham Lahir Jauh sesudah Rasulullah meninggal. Apakah ini bukan suatu pertanda kalau ajaran zuhud yang diamalkan orang sufi berasal dari ajaran Budha?

Adapun komitmen orang-orang sufi mengenakan pakaian ash-shuf (wol) karena merupakan simbol dan identitas mereka, maka ia diadopsi dari para pendeta kristen. Nichelson berkata:”Pakaian yang terbuat dari Ash-Shuf(wol) adalah simbol zuhud sebelum Islam. Dalam hal ini orang-orang arab meniru para pendeta kristen. Pakaian Ash-Shuf juga banyak digunakan oleh kalangan orang-orang zuhud Islam periode pertama. Kata sufi juga diambil dari kata Ash-Shuf( wol) yang digunakan sebelum akhir abad kedua hijriah.”(Ad-Dirasat Tasawuf Al-Islami wa Tarikhuhu)

Selanjutnya dinukilkan dari Sya’rani, dari Mutharrif (meninggal 207 H) beliau berkata:”Barang siapa yang meninggalkan wanita dan makanan, karomah harus terjadi Padanya.”(At-Tabaqhat Al-Kubra, sya’rani). Imam Al-Ghazali berkata:”Murid tidak boleh menyibukkan dirinya dengan pernikahan, ...”(Talbis Iblis, Ibnu Jauzi)

Sikap orang sufi seperti ini (hidup membujang) jelas diadopsi dari ajaran Kristen. Hans menulis:”Orang-orang Kristen tempo dulu menganggap tidak menikah sebagai salah satu hal yang wajib, dicintai Allah dan mendekatkan diri kepada kerajaan-Nya.”(Booking ot the Christian Church P.135 Londun 1955)
Adapun keberadaan tasawuf, ajaran-ajaran, filsafat, wirid-wirid, zikir-zikir, cara mendapatkan ma’rifat dan fana diambil dari aliran India, Al-Manawi dan Zoroaster. Tidak ada orang yang memungkirinya dan meragukannya. Bahkan para penulis besar tentang tasawuf dan para peneliti di dalamnya dari kalangan orientalis hingga orang-orang sufi sendiri mengakui dan tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mengakui fakta yang jelas ini dan tidak mungkin dapat bersikap masa bodoh terhadapnya

Adapun ajaran wihdatul wujud (bersatunya Allah dengan makhluk), Al-Hulul Al-Ittihad (penitisan Tuhan kepada Hamba dan penyatuan zat) yang diserukan oleh Al-Halaj, Ibnu Arabi, Jalaludin Rumi dan orang-orang yang sejalan dengan mereka, maka siapapun tidak akan ragu ajaran tersebut diambil dari ajaran-ajaran syari sangkar dari filsafat Fidanta India. para tokoh-tokoh sufi ini menjiplak habis-habisan ajaran filsafat fidanta ini tanpa kurang sedikitpun. (baca Tarikhu Tasawwuf)

Selain itu filsafat Yunani juga ikut serta mempengaruhi ajaran tasawuf, seperti teori faidhu (pancaran), cinta, ma’rifat, Isyraq (pencahayaan), salik dan ajaran lain yang mereka ambil dari ajaran plato dan muridnya Aristoteles, buku yang terpenting dalam hal ini adalah “Atologi” karya Aristoteles.

Orang sufi modern berkata:”Orang yang mencermati kehidupan Al-Halaj, buku-buku As-Sahruradi dan Ibnu Arabi pasti melihat bahwa tokoh-tokoh sufi tersebut terkontaminasi oleh ahli filsafat dari kaum muslimin yang mengambilnya dari filsafat platonisme klasik, neo platonisme dan Aristoteles.” (Al-Manufi Al-Husaini, Jamharatul Auliyai wa A’lamu Ahlittasawwuf I/292).

Lisanuddin Al-Khatib dalam bukunya “Raudhatut Ta’rifi bil Hubbi Asy-Syarif” setiap kali menulis tentang plato beliau menjulukinya sebagai pengajar kebaikan, Aristoteles sebagai orang bijak yang ahli ibadah, Socrates dan Hermes sebagai orang yang mendapatkan cahaya.

Tasawuf menghapus syariat Islam
Diantara akidah kebatilan orang-orang syi’ah adalah penghapusan syariat Islam. Seperti yang dikatakan oleh Ja’far bin Muhammad Baqir,”barang siapa yang mengetahui batin. Maka perbuatan dzahir terhapus darinya dan semua belenggu diangkat darinya.” (Al-Haftu Asy-Syarifu).

Adapun orang-orang sufi juga mengatakan seperti yang dikatakan oleh orang-orang syiah tersebut, dikalangan ahli ibadah orang sufi terdapat orang-orang yang beranggapan bahwa ibadah membuat mereka mencapai kedudukan dimana ibadah-ibadah menjadi hilang dari mereka di kedudukan tersebut dan hal-hal yang diharamkan kepada selain mereka , misalnya zina dan lain-lain menjadi halal bagi mereka.” (Al-asy’ari, Maqalat Islamiyin). Orang-orang sufi berkata,” jika anda sampai ke maqam keyakinan, ibadah tidak wajib bagi anda.”

Sehingga dari keyakinan orang sufi ini banyak kita lihat pelanggaran-pelanggaran dari hidup orang sufi ini. Seperti berzina, mendengarkan musik, meninggalkan ibadah wajib, mabuk, dll.

Tasawuf Adalah Konspirasi Melawan Islam
Membaca keterangan diatas, nyatalah bagi kita bahwa ajaran tasawuf mengadopsi Ajaran syi’ah, filsafat India, disatu sisi melalui orang-orang yahudi, para biarawan kristen, agama majusi dan filsafat Yunani.

Dan akan jelas bagi kita tentang hakikat sufi yang sebenarnya apabila kita membaca pernyataan mereka tentang Al-Qur’an dan Sunnah.

Asy-Sya’rani meriwayatkan dari Abu Abdullah Amr bin Utsman Al Makki bahwa ia melihat Al-Husain bin Mansur menulis sesuatu suatu hari. Ia bertanya kepadanya:”apa yang engkau tulis?” Al-Husain menjawab: Aku sedang melawan Al-Qur’an.

Abu Sulaiman Ad-Darini berkata:”Barangsiapa mencari Hadits, sungguh ia telah cenderung kepada dunia.” (Abu Thalib Al-Makki, Qutul Qulub II/152)

Tasawuf menjadikan kemunafikan bagian dari agama mereka
Adapun sedikitnya informasi yang sampai kepada kita mengenai ajaran tasawuf ini tidak lain adalah karena mereka (orang-orang sufi) menjadikan kemunafikan (bohong) menjadi salah satu azaz dari ajaran agama mereka. Seperti halnya dengan orang-orang syi’ah yang menjadikan taqiyah sebagai rukun iman mereka, demikian pula orang-orang sufi. Berkata Al-Mufid:”Taqiyah adalah merahasiakan kebenaran, menyembunyikan diri dari para penentang dan berpura-pura terhadap sesuatu yang menimbulkan mudharat dalam agama dan dunia. Jadi bertaqiyah menjadi kebutuhan pokok” (Syarhu I’tiqadaaat Ash-Shaduq)

Penutup
Sesungguhnya agama islam datang adalah untuk meluruskan keyakinan manusia dari beribadah kepada selain Allah kepada hanya kepada Allah saja. Islam membuang segala bentuk kekotoran-kekotoran pada keyakinan manusia dan membersihkannya. Islam melarang sikap yang berlebihan dan ekstrim dalam beribadah. Melarang manusia bersikap keras dan menyiksa diri. Mengenalkan kepada manusia agama yang lurus dan toleran, putih, bersih, dari larut di dunia dan berjalan dibelakang kelezatan dan syahwatnya.

Selain itu Islam sangat memperhatikan aspek tabiat dan fitrah manusia. Memperbolehkan rezki yang baik, harta yang halal, menggauli wanita secara halal serta menikmati apa yang diperbolehkan dunia. Tak hanya itu, Islam menghilangkan belenggu yang melilit pundak manusia yaitu dengan memerintahkan manusia bersikap pertengahan; antara sikap berlebih-lebihan dan sikap pelit yang buruk. Sesungguhnya Allah Taala berfirman,” hai anak adam, pakailah pakaian kalian yang indah setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebi-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raaf : 31).

Sedangkan sunnah Rasulullah merupakan referensi kedua syariat Islam. Beliau tidak pernah mengatakan kepada pengikutnya,”tinggalkan harta, istri dan anak kalian lalu ikuti aku”. Bahkan beliau pernah mendoakan Anas,” Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah dia di harta dan anaknya.” (Hr. Bukhari dan Muslim).

Bahkan dengan kedudukan beliau sebagai seorang nabi tidak menjadikan beliau orang yang meninggalkan ibadah, akan tetapi beliaulah orang yang pertama sekali menganjurkan dan melakukannya dan beliau juga adalah orang yang paling takut mengerjakan larangan-larangan Allah.. Hal ini sangat berbanding balik dengan keyakinan orang-orang sufi, dimana apabila seseorang telah mencapai derajat kewalian justru semakin jauh dari ibadah kepada Allah serta tidak takut sama sekali mengerjakan larangan-larangan Allah.

Abu Umar Abdul Aziz

Bahan bacaan:
1. Dr. Ihsan Ilahi Dhahir, Darah Hitam Tasawuf
2. Dr. Ihsan Ilahi Dhahir, sejarah hitam tasawuf.
3. Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Tasawuf Ahli Sunnah.
4. Ibnul Jauzy, Talbis Iblis

Artikel Terkait



1 komentar:

Anden Mansyur Blog mengatakan...

Anda salah dalam memahami sufisme......

Posting Komentar