Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah. Salawat dan salam kita panjatkan kepada penutup para Nabi,Muhammad Rasulullah, keluarga, para shahabat serta orang-orang yang ittiba’ dengan sunnah beliau hingga hari akhir.
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat SMS dari seorang akhwat, beliau menanyakan tentang hukum mengikuti pemilu dan parlemen. Setelah mendapat jawaban dari saya tentang hukum pemilu. Dari balasannya terlihat kalau akhwat tersebut tidak bisa membedakan antara sistem demokrasi dan konsep syuro dalam Islam. Hal serupa juga saya alami ketika berdialog dengan seorang aktifis da’wah sewaktu masih di batam. Dengan bersemangat kawan ini mengungkapkan kalau konsep demokrasi itu diambil dari ajaran Islam. Setelah saya terangkan tentang asal-usul dan azas demokrasi barulah dia sadar kalau selama ini dia telah salah dalam memahami demokrasi itu sendiri. Tapi karena sebenarnya banyak dan sangat banyak orang-orang seperti aktifis diatas maka untuk beberapa edisi mendatang kami akan kupas masalah demokrasi, azas, asal-usul dan tinjauan dalam hukum Syar’i.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi menurut etimologi, istilah dan asal kata diambil dari dua perkataan bahasa Greek (Yunani): Demos berarti rakyat dan Kratos yang berarti pemerintahan.
Demokrasi menurut Robert A Dahl adalah sistem politik yang memberi kekuasaan kepada rakyat jelata untuk membuat keputusan secara terbuka.
Demokrasi ini dipropagandakan oleh bangsa yahudi pada masa revolusi Perancis th 1791 untuk memberikan kebebasan kepada bangsa Yahudi melakukan apa saja yang mereka inginkan. Dan yang perlu kita ketahui adalah bahwa kekayaan dunia dan khazanahnya telah di kuasai dan dimonopoli oleh bangsa Yahudi. Kejayaan mereka ini adalah hasil dari penipuan, penghisapan dan penindasan dari bangsa Yahudi terhadap Ghoyim (Bangsa selain Yahudi mereka anggap sebagai hewan) secara zalim. Oleh sebab itulah demokrasi, pada prinsipnya adalah suatu operasi yang hampir keseluruhannya diwujudkan untuk lebih memihak dan menguntungkan golongan kaya.
Dalam perjuangan Yahudi, kekayaan adalah kuasa. Maka sistem demokrasi mudah diperkosa oleh pihak yang menguasai peluang itu. Dan pada prinsipnya, sistem demokrasi senantiasa melahirkan dan mengukuhkan sistem kapitalisme yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi melalui perusahaan-perusahaan mereka sejak revolusi Perancis hingga sekarang.
DEMOKRASI DAN DUNIA ISLAM
Sebelum datangnya imprealis Barat yang biadab dan rakus ke negara-negara Islam, selain untuk penjajahan mereka terlebih dahulu sudah membuat rancangan yang teliti supaya mudah mencapai tujuan mereka. Diantara tujuan jahat mereka adalah membaratkan umat Islam sebagaimana yang telah mereka lakukan di Turki, yaitu dengan cara mensekulerkan sistem pemerintahan negara-negara Islam yang terjajah apabila negara-negara Islam tersebut memberontak minta dimerdekakan.
Lord Cromer pernah berkata,”Kerajaan Inggris bersedia memberikan kekuasaan penuh kepada tanah jajahannya setelah disediakan para politikus didikan Inggris dan mempertahankan nilai-nilai Inggris untuk mengambil alih. Tetapi walau bagaimanapun kadaannya kerajaan Inggris tidak akan bertolak ansur walau sedikitpun jika yang mau didirikan adalah negara Islam yang merdeka dan berdaulat. ’
Jadi sebenarnya demokrasi merupakan hadiah palsu yang diberikan oleh Imprealis Barat kepada Juhala’ Islam. Penerimaan demokrasi oleh masyarakat Islam adalah simbol dan tanda kekalahan, kehancuran dan kejatuhan daulah Islam yang nyata.
hadiah palsu inilah yang di berikan penjajah Inggris kepada Mesir setelah setelah sekian lama negara ini minta dimerdekakan. Suatu sindiran yang menyakitkan hati telah diucapkan biadab ini (Winston Churchil),”Berikan mereka satu mainan (demokrasi) supaya mereka bermain-main dengannya.” Hanya orang yang beriman sajalah yang memahami apa yang dimaksud oleh si kafir ini.
Dan bukan hanya di Mesir, hampir seluruh negara yang rakyatnya mayoritas Islam menyambut dan mengelu-elukan datangnya sang demokrasi (Termasuk didalamnya bangsa Indonesia), tanpa tahu bahwa sebenarnya mereka telah terjebak dalam penjajahan yang lebih dahsyat dari penjajahan masa lalu dari Barat Kristen dan Zionis Yahudi yaitu penjajahan ideologi dan pemikiran yang akan menjauhkan mereka dari Dien (agama) mereka.
DEMOKRASI DALAM TIMBANGAN
Demokrasi bisa juga dirumuskan secara istilah, yaitu suatu sistem hukum dan pemerintahan yang mengikuti dasar dari rakyat, untuk rakyat dan demi karena rakyat.
Sistem politik seperti ini tidak pernah ada dalam doktrin Islam. Dan ia sangat bertentangan dengan sistem hukum dan politik Islam (siyasah Syar’iyah) yang mana sistem politik dan hukumnya dari Allah, untuk Allah dan karena Allah. Konsep ini bersandarkan dengan firman Allah, ”Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya bagi Allah.” (Qs. Al-An’am:162) dan, “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka kafirlah dia.” (Qs. Al-ma’idah:44)
Maka selain hukum dan sistem politik yang datangnya dari Allah maka kesemuanya adalah sistem jahiliyah. Firman Allah,”Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Qs. Al-Ma’idah:50).
SAMAKAH DEMOKRASI DENGAN SISTEM MUSYAWARAH DALAM ISLAM
Demokrasi sama sekali tidak bisa disamakan dengan musyawarah dalam Islam. Dan keduanya tidak akan pernah bertemu sampai hari kiamat.
1. Pencipta demokrasi adalah para filosof dan penyembah berhala sedang musyawarah dalam Islam yang mensyariatkan adalah Allah. Allah berfirman,”Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah.”(Qs. Al-An’am:114)
2. Musyawarah besar dalam Islam yang berkaitan dengan siasat politik ummat hanya diikuti oleh ahlul halli wal ‘aqdi (yaitu para ulama yang shaleh, zuhud dan taat kepada Allah). Sedangkan demokrasi diikuti oleh setiap lapisan masyarakat dan golongan termasuk partai musuh yang terdiri dari orang-orang kafir, munafik, syirik, , pembuat bid’ah, penjahat, orang jahil, pria dan wanita.
3. Musyawarah dalam Islam hanya pada beberapa permasalahan yang belum ada hukum Allah dan rasul-Nya di dalamnya. Sedangkan demokrasi meletakkan azaz-azaz yang mengenyamping-kan dan menentang hukum-hukum Allah.
4. Demokrasi adalah hukum yang dibuat rakyat dan untuk kepentingan rakyat tersebut, sedang dalam musywarah tidak ada penciptaan hukum baru. Akan tetapi bentuknya adalah tolong menolong dalam memahami Al-haq dan melaksanakannya.
5. Demokrasi menolak mentah-mentah syariat Islam dengan alasan tidak mampu memecahkan problem dan tidak layak diterapkan dalam abad ini. Adapun musywarah ditetapkan justru sesuai dengan syariat Islam.
Demokrasi dan Politikus Islam
Kemenangan partai dalam setiap pesta demokrasi (PEMILU) pada umumnya terjadi karena kepintaran dari juru kampanye dalam menyakinkan berkampanye dan kefasihan berpidato serta pandai memberikan janji-janji yang jauh dari unsur keagamaan.
Seandainya para politikus Islam ini bisa memenangkan pemilu dan menguasai sistem pemerintahan. Namun yang menjadi persoalan sekarang adalah sudah siapkah rakyat yang akan mereka pimpin untuk mengamalkan sistem pemerintahan Islam sebagaimana yang dituntut oleh Al-Qur’an dan Sunnah jika tidak terlebih dahulu diberikan kefahaman Aqidah dan hukum syari’ah kepada mereka.
Sedangkan rakyat yang tidak memahami aqidah, tidak mengenal agama dan belum disadarkan akan kewajiban berhukum dengan hukum Islam. Pasti dengan cara begini mereka tidak akan menerima cara Islam dan perangkat-perangkatnya. Terlebih lagi jika mereka telah terbiasa dengan kehidupan jahiliah yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan hukum-hukumnya. Tentunya perobahan secara mendadak ini akan mendapat perlawanan keras dari mereka. Karena sistem dasar demokrasi jahiliah hanya bisa dipakai untuk mereka yang gemar kepada amalan bid’ah, syirik dan khurafat serta kepada orang-orang yang menyenangi kemaksiatan.
Para politikus ini mengira bahwa dengan merebut kekuasaan terlebih dahulu, barulah bisa dilaksanakan hukum Islam. Ini adalah teori yang salah, berunsur penipuan serta kebohongan yang nyata terhadap rakyat. Apakah mereka pikir mudah untuk memahamkan Aqidah Islam kepada rakyat yang berjuta-juta banyaknya.
DEMOKRASI DAN PARLEMEN
Syaikh Al-Albani sering mengulang perkataan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari kitabnya Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim halaman 278 yang mengatakan bahwa,”Setiap perkara (kegiatan) yang faktor penyebab bagi dilakukannya perkara itu (seakan) maslahat, tapi tidak dikerjakan oleh Nabi (dan tidak juga oleh shahabat-pen), maka jelas dapat diketahui bahwa perkara itu pada hakekatnya tidak maslahat.
Syaikh Al-Albani juga mengatakan bahwa bertahazzub (berpartai-partai) adalah bertentangan dengan dengan petunjuk Nabi. Yaitu pada saat beliau berada di Mekah pernah ditawari jabatan penguasa. Tetapi beliau menolak. Mengapa? Sebab beliau ingin memusatkan tugasnya pada Tarbiyah ‘aqadiyah dan khulqiyah (pembinaan aqidah dan akhlak) sebagai prioritas utama)
Kita semua sudah mengetahui bahwa faktor pendorong perkara untuk masuk parlemen itu ada pada jaman Nabi. Namun ditinggalkan oleh Beliau (maksudnya jabatan sebagai penguasa adalah jabatan strategis. faktor pendorong Nabi untuk menerima jabatan itupun ada yaitu untuk kemaslahatan umat Islam, namun ternyata Nabi menolak tawaran tersebut. Jelas hal ini menunjukkan bahwa perkara tersebut pada hakekatnya tidak maslahat.
DEMOKRASI DAN PEMILU
Diantara ciri-ciri khusus sistem demokrasi adalah adanya sistem pemilu yang dijalankan untuk memilih pemimpin atau wakil-wakil dewan. Dan otomatis memunculkan orang-orang yang mencalonkan diri mereka sendiri. Untuk mendapatkan kedudukan . adanya model pemilihan seperti ini akan menimbulkan beberapa penyimpangan-penyimpangan terhadap syariat. Antara lain:
1. Menyatakan kesucian diri sendiri. Karena orang yang menyatakan dirinya suci pada hakekatnya pada hakekatnya menyimpan kedustaan. Mereka ini persis seperti Firman Allah,”(Fir’aun berkata) Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukan kepadamu selain jalan yang benar.” (Qs. Al-Mu’min:29)
2. Mencalonkan diri untuk menduduki suatu jabatan adalah ketamakan. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya kalian akan tamak mendapatkan kepemimpinan. Padahal akan menjadi penyesalan pada hari kiamat, alangkah bagusnya wanita yang menyusui dan alangkah jeleknya wanita yang menyapih. (Hr.Bukhari).
3. Orang yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR adalah yang mencalonkan diri sebagai musyarri’ (pembuat aturan). Allah telah berfirman,”Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?.(Qs. Asy-Syura’: 21) Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat ini; yaitu mereka yang tidak mengikuti agama yang lurus yang Allah mensyri'atkan kepadamu, akan tetapi mereka mengikuti apa-apa yang disyri’atkan untuk mereka oleh setan-setan mereka dari kalangan jin dan manusia yang berupa pengharaman apa-apa yang diharamkan oleh setan-setan mereka….dan menghalalkan memakan bangkai, darah, judi dan semisalnya dari kesesatan-kesesatan dan kebodohan-kebodohan yang batil.
4. Pemborosan yang melewati batas. Tabdiir (pemborosan) dan israaf (melewati batas) yang terjadi bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka. Pemasangan bendera, umbul-umbul, pembuatan pakaian dan biaya-biaya kampanye yang harus ditanggung oleh para kontestan dan lainnya adalah bentuk dari tabdzir dan israaf yang semua perkara-perkara itu tidak dibenarkan oleh Islam. Karena biaya yang dipakai untuk kampanye tersebut bisa mencukupi kebutuhan orang-orang miskin selama bertahun-tahun, untuk menikahkan pemuda yang kesulitan untuk menikah, dll. Sedangkan kain umbul-umbul yang mereka pakai untuk kampanye bisa mereka pakai untuk mengkafani ribuan orang muslim yang meninggal. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu menghambur- hamburkan (hartamu) secara tabdziir (boros). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Dan setan itu sangat ingkar kepada Rabb nya.(Al-Israa’:26-27).
5. Keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak. Hal ini adalah penyimpangan. Dimana al-haq itu dikenal berdasarkan dalil-dalil dan hujjahnya, bukan dilihat dari banyak pendukungnya. Firman Allah,”Dan jika engkau menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini niscya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Qs. Al-An’aam:116). Syaikh ‘Ali bin Hamd (murid Syaikh Albani) mengatakan,” Cara ini (mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak) menyelisihi secara pasti apa yang dijalani shahabat-shahabat Rasulullah. Kita tidak pernah mengetahui satu kejadianpun bahwa mereka para shahabat menghitung orang-orang yang menyelisihi dan setuju padanya. Maka ilmu itu tidak mengikuti mayoritas tetapi mengikuti dalil.
Jadilah mereka seperti lilin yang menerangi tapi mereka hancur karenanya
Ada sebagian dari kalangan orang-orang yang memiliki semangat yang besar untuk membela agama ini, tapi mereka bodoh dalam memahami ilmu syar’I, mencoba untuk masuk kedalam sistem demokrasi yang diciptakan oleh orang-orang musyrik tersebut dengan alasan agar bisa mempengaruhi dari dalam tubuh pemerintah. Tapi apa yang terjadi?
Syaik Albani mengatakan,” sesungguhnya telah ada gerakan-gerakan islam sebelum kalian yang mencoba untuk melakukan perjuangan di parlementer sebagai jalan untuk mendirikan negara Islam. Akan tetapi usahanya tidak membuahkan hasil sedikitpun. Hal itu dikarenakan mereka tidak mempraktekkan kata-kata hikmah berikut ini,”Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah air mu.”
Kegagalan harakah-harakah Islam (kelompok-kelompok pergerakan yang mengatas namakan Islam) dewasa ini, dalam memperbaiki kerusakan yang sudah parah, disebabkan kesalahan-kesalahan dalam memilih metode reformasi sendiri. Mereka memilih masuk dalam kancah politik dan menjadikannya sebagai proses awal reformasi total. Namun cara itu tetap keliru meski mereka mengaku diatas pedoman yang benar, da’wah yang universal dan manajemen yang rapih.
Keterlibatan kelompok-kelompok islam dalam kancah politik dewasa ini merupakan jebakan setan untuk membinasakan siapa saja yang terlibat dengan kesudahan yang sangat tragis. Setan berhasil menyakinkan mereka dengan bisikan,”Jangan serahkan jabatan-jabatan strategis tersebut kepada kaum fasik dan sekuler! Jangan berspekulasi dalam menentukan nasib.
Kalau tidak melalui perjuangan pak menteri itu niscaya undang-undang komunis itu nyaris disahkan!” dan bisikan-bisikan manis lainnya yang tidak berlandaskan analisa syar’I dan hanya berlandaskan analisa waqi’I (situasi dan kondisi) secara membabi buta. Orang seperti inilah yang dikecam oleh Rasulullah,”Barang siapa mendatangi pintu penguasa, ia pasti terkena fitnah (bala dan godaan). (Hr. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaai, Ahmad dan Al-Baihaqi. Hadit Shahih).
Jika ada yang bertanya, ”Bukankah masyarakat butuh orang-orang yang menangani tugas-tugas pemerintahan? Jawabnya adalah dengan syarat tidak melanggar perintah-perintah agamanya! Tentunya kita tidak mau menjadi kayu bakar jahannam demi menyelamatkan orang lain! Tentu kita tidak mau seperti yang disabdakan Rasulullah,”Manusia pasti ada yang memimpin kendati pemimpin itu masuk neraka.” (Hr.Abu Syaikh).
Dan dapat kita saksikan pada saat ini kelompok-kelompok yang mengatas namakan dirinya memperjuangkan Islam ternyata merekalah orang yang pertama sekali melanggar syariat dienul yang haq ini.
Lihatlah dengan mata dan hati kita semua, ketika tiba musim kampanye kalian lihat para wanita muslimah berteriak-teriak di tengah jalan atau menyapu di tengah pasar dan tepi jalan atau mendorong-dorong polisi yang sedang bertugas sambil merobohkan pagar-pagar atau melempar-lemparkan botol minuman yang tentu saja akan mengundang dan menarik simpati setiap orang untuk memandang kepada mereka.
Inikah Islam bagi mereka? Tahukah mereka apa yang ada dalam dada laki-laki yang memandangi mereka? Padahal diantara mereka ada yang bersuami, orang tua, abang dan adik laki-laki. Islam seperti apa yang ingin mereka tegakkan. Tidakkah mereka pernah membaca Hadits Rasulullah,” Sesungguhnya Allah Subhana wa Ta’ala ketika menciptakan surga, maka Ia berfirman,”Demi keperkasaan-Ku dan kemuliaan-Ku, tidak masuk kepadamu orang yang kikir, pendusta dan orang yang tidak cemburu kepada istrinya (dayyuts).” (Hr. Bukhari)
Dan Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya orang mukmin itu cemburu, dan sesungguhnya Allah itu cemburu, adapun kecemburuan Allah ialah jika hamba berbuat apa yang diharamkan Allah atasnya. (Hr. Bukhari)
Atau apakah wanita muslimah menginginkan para laki-laki muslim itu bersama-sama dengan mereka menanggung dosa atas perbuatan mereka (wahai muslimah) yang memancing mereka untuk memandangi kalian. Bukankah Allah telah berfirman,”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (Qs. An-Nur:30-31)
Atau ketika seorang pemimpin kalian dengan disaksikan jutaan pasang mata menjabat tangan wanita yang mewawancarainya. Apa pendapat kalian dan apa pembelaan kalian? Padahal Rasulullah pernah bersabda,”Sungguh kepala seorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (Hr. At-Thabrany dan Baihaqy)
Atau kalian akan mengangkat pemimpin untuk menegakkan daulah, sedang istrinya tidak berjilbab.
Lantas syariat islam seperti apa yang akan kalian tegakkan? Bagaimana kalian akan menegakkan daulah Islam terhadap orang banyak sementara syariat itu tidak tegak dalam diri-diri kalian dan keluarga kalian.
Bisakah anda bayangkan, ketika kalian memenangkan pemilu. Siapakah orang yang pertama kali menentang kalian? Mereka adalah istri-istri kalian, anak kalian, keluarga dan tetangga kalian. Ini disebabkan karena ingin mendapatkan gunung emas di seberang lautan sampan yang bocor tidak kalian tambal, bahkan kalian sendiri tidak tahu apa yang akan kalian tegakkan dan bagaimana caranya, karena kalian tidak memiliki ulama Rabbani di sisi kalian.
Sedang terhadap hukum-hukum syariat untuk diri kalian saja tidak sanggup menjalankannya, apalagi terhadap hukum syariat yang besar. Bagaiamana kalian akan bisa menolak uluran tangan seorang pejabat atau pengusaha, sedang menolak uluran tangan seorang reporter TV saja kalian tak bisa. Bagaimana kalian akan bisa tahan kalau disodori seorang artis, Kalau sekarang kalian tidak belajar menahan pandangan.
Jadi syariat apa yang akan kalian tegakkan, padahal kalian orang yang pertama mengumumkan dan kalian pula orang yang pertama yang melanggarnya. Tidakkah kalian tahu sabda Rasulullah, ”Ditengah masyarakat itu tentu ada pembual, dan pembual itu di neraka.” (Hr. Abu syaikh, dll. Baca silsilah Ahaadits Shahihah no 1417)
APA YANG HARUS KITA LAKUKAN SEKARANG?
Pada saat ini sama-sama kita menyaksikan bahwa umat Islam hidup dalam keadaan mundur dan terpuruk dalam semua sisi kehidupan dan bahkan sampai pada titik nadir. Tetapi kondisi seperti ini tak mungkin pulih dan umat kembali jaya kecuali dengan membenahi aqidah dan memurnikan tauhid. Sebagaimana sabda Rasulullah,”Jika kalian sibuk dengan perdagangan ‘inah dan beternak hewan sapi serta bercocok tanam lalu meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan atas kalian kehinaan dan tidak akan bisa terlepas dari (kehinaan) hingga kalian kembali kepada agama kalian.”(Hr. Abu Daud)
Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh para ulama dalam mendidik umat ini agar umat tidak terjebak dalam kejumudan dan kebodohan terhadap agama mereka;
1. mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya.
2. Para ulama harus mendidik diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungan mereka yang beragama islam dengan ilmu yang benar dengan Tashfiyah dan Tarbiyah.
Dan diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata,” Ketika Sa’ad bin Abi Waqqash tengah mengembala unta-untanya seorang puteranya bernama umar datang menemuinya. Demi melihatnya Saad berkata:”Aku berlindung kepada Allah dari keburukan penunggang ini (umar putra Sa’ad)!” Lalu putranya ini turun dan bertanya kepadanya,”Apakah engkau pergi mengembala unta-unta dan kambing-kambing ini sementara engkau biarkan orang-orang (di Madinah) saling berebut kekuasaan!? Saad pun menepuk dada umar sembari berkata:”Diamlah, saya pernah mendengar Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertaqwa, berkecukupan (kaya hati) dan menyendiri (untuk beribadah). (Hr. Muslim).
Maka apabila kepentingan agamamu bertabrakan dengan kepentingan orang lain, dahulukanlah kepentinganmu demi keselamatan dirimu sendiri. Allah berfirman.” Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (Qs. Al-Maa’idah:105)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ia berkata,”Tatkala kami duduk didekat Rasulullah, tiba-tiba orang-orang mempertanyakan fitnah (kekacauan akhir jaman), atau hal itu disinggung di hadapan baliau, beliau berkata,”Apabila engkau melihat orang-orang sudah menodai perjanjian dan menipis tanggung jawabnya serta mereka melakukan seperti ini!”(seraya menggenggam jari-jemari beliau, yakni saling gontok-gontokan). Aku bangkit menemui beliau seraya bertanya,”Apa yang harus kulakukan dalam kondisi seperti itu?” Beliaupun bersabda, ”Tetaplah tinggal dalam rumahmu, jagalah lidahmu, kerjakanlah perkara ma’ruf yang engkau ketahui dan tinggalkanlah perkara yang mungkar. Uruslah kepentingan dirimu pribadi dan tinggalkan dulu urusan orang banyak!” (Hr. Abu Dawud, Al-Hakim dan Ahmad. Hadits Shahih).
KESIMPULAN
Jadi Demokrasi adalah suatu ideologi yang sangat bertentangan dengan aqidah Islam mulai dari azaz, asal-usul jalannya serta produk-produk yang dihasilkannya. Berkaitan dengan pemilu maka ia termasuk sesuatu yang bid’ah serta tasabbuh terhadap orang-orang kafir yang keduanya tidak samar lagi keharamannya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita semua ke jalan yang lurus. Firman Allah, ”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya sedang ia menyaksikan.(Qs. Qaaf:37)
Mulai ditulis tgl, 29 April 2003
Selesai ditulis tgl, 2 Mai 2003
Di Padang
Minggu, 22 Agustus 2010
MEMBEDAH DEMOKRASI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar