Jumat, 20 Agustus 2010

SIKAP SAYID QUTUB TERHADAP USTMAN BIN AFFAN DAN MUAWIYAH

karena sakit mata,
mata tak dapat melihat sinar mentari.

Dan terkadang karena sakit,
lidah tak dapat merasakan air.

Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alayHi wa sallam bersabda,

“Janganlah kalian mencela sahabatku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang diantara kalian berinfak emas seperti gunung Uhud, sungguh belum menyamai satu mud seorang diantara mereka, tidak pula separuhnya” (HR. al Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2541)

Dari hadits yang mulia di atas dapat diambil suatu pelajaran yang berharga yaitu haram hukumnya mencela para sahabat Rasulullah ShallallaHu ‘alayHi wa sallam. Maka dari itu para ulama ahlus sunnah mencintai semua sahabat Rasulullah serta membela harga diri dan kehormatan mereka baik dengan ilmu maupun amal. Sikap membela sahabat dan mencela para pencela sahabat adalah perbuatan dan warisan para pewaris Nabi.

Berkata al Imam Abu Zur'ah ar-Raazi rahimaHullaHu, "Apabila anda melihat seseorang mencela salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq, karena Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Sallam menurut kami adalah benar dan al-Qur'an itu benar. Sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur'an dan hadits kepada kita adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Sallam. Mereka (yang mencela para sahabat) hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan Al-Qur'an dan sunnah, padahal celaan itu lebih pantas untuk mereka dan mereka adalah orang-orang zindiq" (lihat Kitab Al-Kifaayah fii 'ilmil riwaayah oleh al-Khatib al-Baghdadi hal.67)

Berkata al Imam al Barbahari (wafat 329 H), “Jika anda melihat orang yang menghujat salah seorang sahabat Nabi, ketahuilah (bahwa) ia seorang penebar pemikiran sesat dan pengikut hawa nafsu, karena RasulullaH ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

‘Jika disebut-sebut sahabatku, maka diamlah’ (HR. ath Thabrani, lihat ash Shahihah no. 34 oleh Syaikh al Albani)” (Syarhus Sunnah, hal. 82-83)

Berkata al Imam Ibnul Mubarak, “Mu’awiyyah dalam pandangan kami adalah ujian. Apabila kami mendapati seorang yang memandang Mu’awiyah dengan sinis, maka kami pun mencurigai sikapnya terhadap para sahabat Nabi Muhammad ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam” (Tarikh Dimasyq 59/209 oleh Ibnu Asakir)

Mari kita timbang beberapa ucapan Sayyid Quthb dalam dua kitabnya yang cukup dikenal dikalangan Islam pergerakan yaitu Kutubun wa Syakhshiyaat dan al ‘Adalah al Ijtima’iyyah fil Islam (sudah diterjemahkan dengan judul ‘Keadilan Sosial Dalam Islam’) berkaitan dengan dua orang sahabat Nabi yang mulia Utsman bin Affan radhiyallaHu ‘anHu dan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radhiyallaHu ‘anHu.

Berkata Sayyid Quthb, “Adalah celaka sekali bahwa kekuasaan kekhalifahan diberikan kepada Utsman pada saat ia telah tua renta, lemah semangat juangnya untuk menegakkan Islam, tak berdaya untuk menentang tipu daya pembantunya, Marwan ibn Hakam serta pendukungnya, kaum keluarga Umayyah” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 270)

Berkata Sayyid Quthb, “Memang kita tidak bisa dengan sembarangan saja menuduh bahwa Utsman telah kehilangan ruh Islam dalam dirinya, tetapi sejarah juga sulit untuk memaafkan kesalahannya akibat usianya yang telah sangat tua dan fisiknya yang sudah lemah, terombang-ambing dalam pengaruh buruk Bani Umayyah” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 272)

Berkata Sayyid Quthb, “Sungguh merupakan suatu kesialan bagi agama yang baru tumbuh ini berada di tangan khalifah yang ketiga disaat ia sudah berada dalam usia renta sehingga memungkinkan munculnya fanatisme keluarga Umayyah” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 275)

Berkata Sayyid Quthb, “Oleh sebab itulah ia (maksudnya Ali) menempuh sikap seperti yang diambil oleh Abu Bakar dan Umar, dan tidak mau melakukan kemewahan seperti yang ditempuh Utsman bin Affan” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 279)

Berkata Sayyid Quthb, “Sesudah pengambilan baiat terhada Yazid di Syam, Mu’awiyah lalu menugaskan Said Ibnu al Ash untuk menipu dan meyakinkan penduduk Hijaz akan sahnya baiat terhadap Yazid” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 260)

Berkata Sayyid Quthb, “Kekuatan yang ada di tangan Mu’awiyah saat pemerintahan Umar sama sekali tidak memungkinkan dirinya untuk merebut kursi kekhalifahan dan juga tidak memiliki akar keagamaan yang kuat dalam jiwa para pengikutnya” (Keadilan Sosial Dalam Islam, hal. 277)

Berkata Sayyid Quthb, "Ketika Mu'awiyah dan temannya memilih jalan kedustaan, kecurangan, penipuan, kemunafikan, suap dan membeli kehormatan, maka Ali tidak dapat melakukan perangai yang buruk ini. Oleh karenanya, tidak heran kalau Mu'awiyah dan teman-temannya berhasil sedang Ali gagal, tapi kegagalan ini lebih mulia dari semua kesuksesan" (lihat Kitab Kutubun wa syakhshiyaat, hal.242)

Tidak dapatkah Sayyid Quthb mengikuti jejak para ulama yaitu untuk diam terhadap kesalahan para sahabat dan memuji seluruh para sahabat yang telah menjaga dan membawa agama yang mulia ini hingga sampai kepada kita.

Lihatlah pujian dan sanjungan para ulama pewaris Nabi terhadap sahabat Utsman dan Mu’awiyah, semoga Allah Ta’ala meridhai keduanya.

Berkata Abdullah bin Umar radhiyallaHu ‘anHu, “Kami mengatakan, sementara Rasulullah ada di tengah kami, ‘Sesungguhnya manusia terbaik setelah Rasulullah adalah Abu Bakar, Umar dan Utsman’, dan Nabi mendengar ucapan itu, namun beliau tidak mengingkarinya” (HR. al Bukhari dan Ahmad)

Berkata al Imam al Bukhari rahimaHullaH, “Bab sifat-sifat terpuji Utsman bin Affan Abu ‘Amr al Qurasyi dan Nabi bersabda, ‘Barangsiapa menggali sumur rumah, maka ia masuk surga’, lalu Utsman menggalinya. Dan beliau bersabda, ‘Barangsiapa menyiapkan pasukan perang pada masa sulit (Perang Tabuk), maka ia masuk Surga’, lalu Utsman menyiapkannya” (Tarjamah Shahih Bukhari Jilid 5, hal. 40)

Umar bin Khaththab radhiyallaHu ‘anHu berkata tatkala mengangkat Mu’awiyah sebagai gubernur Syam, “Janganlah kalian menyebut Mu’awiyah kecuali dengan kebaikan” (lihat Kitab al Bidayah 8/125 oleh Ibnu Katsir)

Abdullah bin Abbas radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Saya tidak melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan daripada Mu’awiyah” (lihat Kitab al Bidayah 8/138 oleh Ibnu Katsir)

Abu Mas’ud Al Muafa bin Imran pernah ditanya, “Wahai Abu Mas’ud siapakah yang lebih utama, Umar bin Abdul Aziz ataukah Mu’awiyah ?”. Dengan nada marah ia berkata, “Seorang sahabat nabi tidak bisa dibandingkan dengan seorang pun. Mu’awiyah adalah sahabat Nabi sekaligus iparnya dan penulis wahyunya” (lihat Tarikh Dimasyq 59/208)

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang yang mencela Mu’awiyah dan Amr bin Ash, lalu ia menjawab, “Tak seorangpun berani mencela keduanya kecuali mempunyai tujuan jelek” (lihat Tarikh Dimasyq 59/210)

Ibnu Taimiyyah berkata, “Ia (Mu’awiyah) adalah awal raja dan kepemimpinannya adalah rahmat” (lihat Kitab Majmu’ Fatawa 4/478 dan Kitab Minhaj As Sunnah 6/232)

Ibnu Abil Izzi Al Hanafi berkata, “Raja pertama kaum muslimin adalah Mu’awiyah dan ia adalah sebaik – baiknya raja kaum muslimin” (lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 722)

Adz Dzahabi berkata dalam biografinya, “Amirul Mukminin, raja Islam. Mu’awiyah adalah raja pilihan yang keadilannya mengalahkan kezhaliman” (lihat Kitab Siyar 3/120)

Demikianlah perbedaan yang jauh antara manhaj Sayyid Quthb yang mencela sahabat Utsman dan Mu’awiyah dengan manhaj para pewaris Nabi, yaitu sebagaimana perkataan salah seorang guru al Imam al Bukhari yaitu al Hafizh Abu Bakar al Humaidi rahimahullaH bahwa,

“As Sunnah adalah mencintai semua sahabat Muhammad ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam, sebab Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ‘Dan orang – orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara – saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami’’ (QS. Al Hasyr : 10)” (Aqidah Shahih, hal. 56-60)

Semoga kaum muslimin dapat mengambil manfaat dari tulisan ini.

Saya mengadu,
padahal orang sepertiku tak biasanya mengadu.
Tetapi gelas meluap karena penuh.

Maraji’ :

Aqidah Shahih, al Hafizh Abu Bakar al Humaidi, Pustaka Imam asy Syafi’i, Cetakan Pertama, Bogor, 2004 M.

Keadilan Sosial Dalam Islam, Sayyid Qutb, Penerbit Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Cetakan Pertama, 1404 H/1984 M.

Menepis Tuduhan Membela Kebenaran (Artikel), Ustadz Abdurrahman bin Thayyib as Salafi.

Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ustadz Abu Ubaidah, Majalah al Furqan, Edisi 12, Tahun IV, Rajab 1426 H.

Syarhus Sunnah, al Imam al Barbahary, Pustaka Imam adz Dzahabi Bekasi, Cetakan Pertama, Sya’ban 1427 H/September 2006 M.

Tarjamah Shahih Bukhari Jilid 5, Achmad Sunarto, CV. Asy Syifa’, Semarang, Cetakan Pertama, Mei 1993 M.

Mudah2an Bermanfaat

sumber: tkimia.21.forumer.com

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar