Kamis, 19 Agustus 2010

PERKATAAN ABDULLATIF AL HAMBALI (1292 H) TENTANG KITAB IHYA ULUMUDDIN

Beliau berkata dalam sepucuk surat yang ia kirim kepada beberapa temannya yang membaca Al Ihya dan membacakannya di hadapan sebagian orang-orang awam:

Saya beritahukan kepada mereka tentang penyimpangan-penyimpangan yang zhalim di dalam (kitab) Al Ihya dan juga ta'wil-ta'wil yang sesat yang merugikan dan perkataan yang fasih yang mengangdung penyakit yang terpendam dan filsafat yang dijadikan dasar agama. Sedangkan Allah telah memerintahkan dan mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk berittiba' (mengikuti) Rasul-rasul-Nya dan untuk beriltizam (istiqomah) di atas jalan orang-orang yang beriman. Ini adalah dasar yang kokoh dan ini adalah satu-satunya yang dapat menegakkan Islam.

Dalam Al Ihya, beliau (Al Ghazali) menempuh cara kaum filsafat dan mutakalimin (ahli kalam) dalam kebanyakan pembahasannya tentang ilahiyah (ketuhanan) dan dasar-dasar agama Ia membungkus filsafat itu dengan baju syari'ah, sehingga orang-orang yang tidak mengerti akan kebenaran mengira bahwa ini adalah bagian dari ajaran agama Allah yang dibawa oleh para rasul-Nya dan termaktub dalam kitab-kitab­Nya. Banyak orang menerima hal tersebut dan mengira bahwa ini adalah sebuah kebenaran padahal sebenarnya merupakan ajaran filsafat yang hanya bisa dimengerti (kesalahannya) oleh orang-orang berilmu saja dan hanya mampu dicerna oleh orang-orang yang berpengetahuan cukup di berbagai bidang.

Semua orang yang mengetahui pasti akan menolak dan membantah ilmu tersebut di mana pun ia berada, baik itu di desa-desa maupun di kota-kota.

Para ahli ilmu telah memperingatkan manusia untuk tidak memperhatikan dan mempelajari ilmu filsafat tersebut, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.

Bahkan para ulama yang berada di belahan barat yang telah mema-hami sunnah, berfatwa agar membakar (kitab-kitab) filsafat. Banyak di antara mereka yang menamakan kitab Ihya 'Ulumuddin dengan nama "Imatatu 'Uluumuddin" (pemusnahan ilmu-ilmu agama).2

Ibnu 'Aqiil termasuk seorang yang paling keras mencela dan memburukkan sekaligus menerangkan kebatilan-kebatilan yang ada di dalam kitab Al Ihya yang berupa kepalsuan dan penambahan yang tidak berasal dari lafazh hadits. Dan ia memastikan bahwa mayoritas tulisan-tulisan Al Ghazali bernafaskan kezindiqan yang murni sehingga tidak dapat diterima sama sekali.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar